Kamis, 17 Februari 2011

sistem ekonomi indonesia


PENDAHULUAN
Sejak meraih kemerdekaan pada tahun 1945, Indonesia telah memperoleh banyak pengalaman politik dan ekonomi. Peralihan dari order lama ke order  baru bukan saja memberikan iklim politik yang lebih dinamis, tetapi juga kehidupan ekonomi juga yang lebih baik. Pengisian kemerdekaan yang sesame order lama lebih bertumpu pada ususana politik, pada masa order baru beralih ke urusan ekonomi.
1.1  ERA SEBELUM 1966
Selama sekitar dua puluh tahun pertama merdeka, perekonomian Indonesia berkembang
kurang menggembirakan. Ketidakstabilan kehidupan politik, sebagaimana bias diduga, berdampak tidak menguntungkan bagi kehidupan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang cukup menggembirakan dengan laju 6.9 persen dalam periode 1952 – 1958, turun drastis menjadi hanya 1.9 persen dalam periode 1960 – 1965. Masa order lama juga di tandai dengan berbagai fenomena ekonomi yang tidak menyenangkan ( dilihat dari kacamata ilmu ekonomi ) seperti nasionalisasi perusahaan – perusahaan asing, kekurangan kapital, kebijakan anti – investasi asing, hilangnya pangsa pasar sejumlah komoditas dalam perdagangan internasional, dan tertekan atas neraca pembayaran yang mengakibatkan depresiasi rupiah.
1.2  MASA PERALIHAN 1966 – 1968
Rejim baru ini mewarisi keadaan perekonomian yang porak peranda :
a.       Ketidakmampuan memenuhi kewajiban utang luar negeri sebesar lebih dari US$2 miliar.
b.      Penerimaan ekspor yang hanya setangah dari pengeluaran untuk impor barang dan jasa.
c.       Ketidakberdayaan mengendalikan anggaran belanja dan memungut pajak.
d.      Laju inflasi secepat 30 – 50 persen per bulan
e.       Buruknya kondisi prasarana perekonomian serta penurunan kapasitas produktif sector industri dan ekspor.
1.3  ERA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG I
A.    Potret Kronologis per Pelita
B.     Potret Umum per Aspek


PEREKONOMIAN SEBELUM ORDER BARU
            Tahun 1966 merupakan sejarah penting bagi bangsa Indonesia, bukan saja dalm konteks politik tetapi juga dalam konteks ekonomi. Perekonomian Indonesia memulai babakan sejarah baru yang signifikan sejak itu. Meskipun perjalanan ekonomi sejak order baru termasuk segala prestasi pembangunannya, tidak layak di pisahkan sama sekali dari masa – masa sebelumnya, namun pembahasaan secara tersendiri perekonomian selama masa – masa sebelum order baru sangat berharga untuk memahami perekonomian Indonesia secara utuh.
2.1 GEJOLAK SITUASI POLITIK
            Mengingat kebijakan – kebijakan makroekonomi tak luput dari keputusan – keputusan politik, maka adalah relevan mengawali bahasan ekonomi pada masa sebelum order baru dengan merujuk dengan sepintas pada gejolak – gejolak politik yang berhubungan selama masa itu. Secara politis, kurun waktu sejak kemerdekaan hingga tahun 1965 dapat di pilih menjdai tiga periode, yaitu :
a.       Periode 1945 – 1950
b.      Periode Demokrasi Parlementer ( 1950 – 1959 )
c.       Periode Demokrasi Terpimpin ( 1959 – 1965 )
Periode Demokrasi Parlementer juga di kenal sebagai periode demokrasi liberal. Periode ini berkahir pada tanggal 5 juli 1959, ketika presiden Soekarno menerbitkan sebuah dekrit yang menyatakan Indonesia kembali ke UUD 1945.
Periode Demokrasi Terpimpin ini dikenal pula dengan sebutan periode order lama. Sepanjang kurun kurun 1945 – 1965 keadaan politik sangat labil. Mudah dibayangkan betapa perekonomian nyaris tak sempat terperhatikan. Konsep kenegaraan Indonesia bercorak federasi, sedangkan pemerintahnya bersifat parlementer, kabinet dipimpin oleh Mohammad Hatta yang ketika itu juga adalah wakil presiden.



A.    Kabinet Hatta, Desember 1949 – September 1950
Kabinet Hatta merupakan satu – satunya kabinet dalam sejarah politik Indonesia yang dipimpin oleh seorang pakar ekonomi professional. Tindakan paling penting yang dilakukan kabinet ini adalah reformasi moneter melalui devaluasi mata uang secara serempak dan pemotongan ( dalam arti harfiah ) uang yang beredar pada bulan Maret 1950. Pemotongan uang ini dilibatkan pengguntingan menjadi separuh atas semua uang kertas keluaran De Javasche Bank yang bernilai nominal lebih dari 2,50 gulden Indonesia.
B.     Kabinet Natsir, September 1950 – Maret 1951
Kabinet Natsir merupakan kabinet pertama dalam Negara kesatuan Republik Indonesia. Pada masa kabinet Natsir inilah untuk pertama kalinya terumuskan suatu perencanaan pembangunan, yang disebut Rencana Urgensi Perekonomian ( RUP ). RUP itu sendiri, yang diumumkan secara resmi beberapa minggu justru setelah jatuhnya kabinet Natsir, menimbulkan pro dan kontra di dalam tubuh kabinet. Walhasil, kabinet Natsir sendiri tak pernah sempat melaksanakan RUP-nya. Akan tetapi, walaupun demikian, kabinet lain di masa berikutnya melaksanakannya dengan nama baru Rencana Lima Tahun.
2.2. PRODUKSI DAN PENDAPATAN
            Selama satu setengah dasawarsa ( 1951 – 1966 ), perekonomian Indonesia tumbuh relatif lamban. Dalam masa sewindu antara 1959 dan 1966 pertumbuhan prestasi ekonomi per kapita bahkan negative, rata – rata -0,45 persen per tahun. Pertumbuhan pendapatan nasional sangat lamban periode 1958 – 1962, selama periode tersebut, pendapatan nasional hanya tumbuh 9,2 persen.
2.3 ANGKATAN KERJA, PEKERJAAN, DAN UPAH
            Sektor pertanian bukan saja merupakan penyumbang terbesar dalam pembentukan produk nasional maupun produk domestik, tetapi juga pemberi lapangan kerja yang utama bagi penduduk. Pada tahun 1961, dari penduduk berusia 10 tahun atau lebih yang bekerja, 72 persen di antaranya diserap oleh sektor pertanian. Sektor jasa menyerap 9,5 persen. Sektor perdangangan serta sektor keuangan dan perbankan secara bersama – sama menyerap 6,7 persen angkatan kerja. Sedangkan sektor industry menyerap 5,7 persen.
            Menurut sensus, pada tahun 1961 terdapat hampir 64 juta jiwa penduduk berusia 10 tahun atau lebih. Tetapi yang tergolong sebagai sebagai angkatan kerja hanyalah 34,5 juta jiwa. Dengan menganggap bahwa angkatan kerja pada waktu itu sebanyak 34,5 juta jiwa, sedangkan yang terserap adalah 32,7 juta jiwa, berarti pada tahun 1961 terdapat 1,8 juta penganggur atau sekitar 5,2 persen. Dibandingkan dengan keadaan sesudah order baru, nasib para pekerja semasa order lama sungguh menyedihkan. Selama pertengahan 1950 hingga pertengahan 1960, perubahan harga – harga lebih cepat daripada perubahan upa nominal.
            Bulletin International Labour Review volume 70 terbitan tahun 1954 melaporkan bahwa pada tahun 1953 seorang pekerja kasar tanpa keterampilan di Jakarta menerima upah uang sebesar Rp. 5- 6 per hari, sementara pekerja berketerampilan menerima Rp. 10 – 20. Pada umumnya pekerja terampil menerima upah dua kali lebih besar daripada pekerja tak terampil. Situasi prburuhan di Indonesia semasa order lama juga sangat di warnai oleh irama politik pada waktu itu. Pada tahun 1959 tercatat ada dua belas organisasi buruh. Ke – 12 organisasi buruh tersebut dan afiliasi politisnya adalah :
1.      SOBSI ( PKI )
2.      KBSI ( PSI )
3.      SARBUMUSI ( NU )
4.      GOBSII ( PSII )
5.      SBII ( MASJUMI )
6.      KBKI ( PNI )
7.      HISSBI ( PARTAI BURUH )
8.      SOBRI ( MURBA )
9.      GSBI ( PNI )
10.  KBIM  ( MASJUMI )
11.  OB Pantjasila ( Katolik )
12.  SBKI ( Kristen )



Di samping ini masih terdapat sejunlah organisasi buruh lain yang berdiri sebelum maupun  sesudah tahun 1959. Juga terdapat lebih dari empat puluh organisasi buruh sektoral yang berafiliasi ke serikat – serikat tersebut di atas.
2.4 UANG BEREDAR DAN HARGA – HARGA
            Derajat monetisasi perekonomian Indonesia pada masa sebelum orde baru relatif masih rendah. Hal ini terlihat dari lebih besarnya persentase peredaran uang kartal di bandingkan uang giral secara keseluruhan. Selama periode tahun 1947 – 1966, sekitar dua pertiga atau 67% uang yang beredar di Indonesia berupa uang kartal. Dalam terminologi teori kuantitas, tekanan keras ekspansi uang beredar terhadap harga diperkuat oleh kenaikan velositas peredaran uang.
            Penyebab utama penambahan jumlah uang beredar, khususnya dalam rentang waktu sesudah 1960 hingga maret 1966 adalah pemerintah. Hal ini berkaitan erat dengan lebih banyaknya kredit bank yang tertuju ke pemerintah daripada ke perusahaan – perusahaan.
2.5 NERACA – NERACA EKONOMI NASIONAL
            Keprihatinan situasi perekonomian Indonesia selama era sebelum orde baru dapat pula dilihat dari beberapa neraca ekonomi nasional, yakni neraca pendapatan dan belanja Negara : neraca perdagangan dan neraca pembayaran luar negeri. Dalam kurun ini, tiap tahun pemerintah mengalami deficit rata – rata sebesar Rp. 208 juta, atau sekitar 137 persen dari pendapatan. Ini berarti pengeluaran pemerintah bukan sekadar lebih besar daripada penerimaannya, akan tetapi bahkan ( sejak tahun 1963 ) kelebihan tersebut jauh lebih besar. Meskipun pada tahun 1959 dan 1960 terlihat gejala deficit anggaran bakal dapat ditekan, namun gejala itu ternyata hanya temporer. Mulai tahun 1961, defisit APBN kembali membesar.
            Perlu diketahui, defisit APBN ketika itu utamanya sejak tahun 1960-an dibiayai dengan pencetakan uang baru. Akibatnya mudah diduga, tingkat harga – harga umum melambung. Situasi seperti neraca anggaran pemerintah dialami pula oleh neraca hubungan ekonomi dengan luar negeri. Dalam kurun waktu atanra tahun 1960 dan tahun 1965, rekening transaksi berjalan ( current account ) senantiasa negatif. Walaupun dalam tiga tahun terakhir pemerintahan orde lama neraca perdagangan surplus, namun karena neraca jasa selalu jauh negatif, akibatnya transaksi berjalan tak pernah positif.
            Defisit  yang tak berkesudahan pada anggaran pemerintah dan rekening transaksi berjalan tadi, merupakan bukti kebangkrutan perekonomian. Pemerintah bukan saja tidak memiliki tabungan, tapi bahkan mengalami kelangkaan devisa. Pada masa orde lama, seiring dengan kebijaksanaan politik yang ditempuh, sebagain besar utang luar negeri Indonesia ( 59,5 % ) berasal dari Negara – Negara blok komunis. Utang kepada Uni Soviet sendiri mencapai 41,9 persen sampai dengan akhir desember 1965, masih lebih besar daripada utang gabungan Negara – Negara blok barat dan Negara Asia / Afrika serta lembaga internasional.


SISTEM EKONOMI INDONESIA
            Perihal system ekonomi apa – atau sistem ekonomi yang bagaimana yang diterapkan atau berlangsung di Indonesia. Indonesia terletak di posisi geografis antara benua Asia dan Eropa serta samudra Pasifik dan Hindia, sebuah posisi yang strategis dalam jalur pelayaran niaga antar benua. Salah satu jalan sutra, yaitu jalur sutra laut, ialah dari Tiongkok dan Indonesia, melalui selat Malaka ke India. Dari sini ada yang ke teluk Persia, melalui Suriah ke laut Tengah, ada yang ke laut Merah melalui Mesir dan sampai juga ke laut Tengah (Van Leur). Perdagangan laut antara India, Tiongkok, dan Indonesia dimulai pada abad pertama sesudah masehi, demikian juga hubungan Indonesia dengan daerah-daerah di Barat (kekaisaran Romawi). Perdagangan di masa kerajaan-kerajaan tradisional disebut oleh Van Leur mempunyai sifat kapitalisme politik, dimana pengaruh raja-raja dalam perdagangan itu sangat besar. Misalnya di masa Sriwijaya, saat perdagangan internasional dari Asia Timur ke Asia Barat dan Eropa, mencapai zaman keemasannya. Raja-raja dan para bangsawan mendapatkan kekayaannya dari berbagai upeti dan pajak. Tak ada proteksi terhadap jenis produk tertentu, karena mereka justru diuntungkan oleh banyaknya kapal yang “mampir”.
Penggunaan uang yang berupa koin emas dan koin perak sudah dikenal di masa itu, namun pemakaian uang baru mulai dikenal di masa kerajaan-kerajaan Islam, misalnya picis yang terbuat dari timah di Cirebon. Namun penggunaan uang masih terbatas, karena perdagangan barter banyak berlangsung dalam sistem perdagangan Internasional. Karenanya, tidak terjadi surplus atau defisit yang harus diimbangi dengan ekspor atau impor logam mulia.
Kejayaan suatu negeri dinilai dari luasnya wilayah, penghasilan per tahun, dan ramainya pelabuhan.Hal itu disebabkan, kekuasaan dan kekayaan kerajaan-kerajaan di Sumatera bersumber dari perniagaan, sedangkan di Jawa, kedua hal itu bersumber dari pertanian dan perniagaan. Di masa pra kolonial, pelayaran niaga lah yang cenderung lebih dominan. Namun dapat dikatakan bahwa di Indonesia secara keseluruhan, pertanian dan perniagaan sangat berpengaruh dalam perkembangan perekonomian Indonesia, bahkan hingga saat ini.
Seusai masa kerajaan-kerajaan Islam, pembabakan perjalanan perekonomian Indonesia dapat dibagi dalam empat masa, yaitu masa sebelum kemerdekaan, orde lama, orde baru, dan masa reformasi.

3.1 PENGERTIAN SITEM
            Sebuah sistem pada dasarnya adalah suatu “ organisasi besar “ yang menjalin berbagai subjek ( atau objek ) serta perangkat kelembagaan dalam suatu tatanan tertentu. Subjek atau objek pembentuk sebuah sistem dapat berupa orang – orang atau masyarakat, untuk suatu sistem social atau sistem kemasyarakatan, makhluk – makhluk hidup dan benda alam, sistem peralatan, data catatan, atau kumpulan fakta. Untuk suatu sistem informasi atau bahkan kombinasi dari subjek – objek tersebut.
            Keserasian hubungan antarsubjek ( antarobjek ) termasuk bagian atau syarat sebuah sistem karena sebagai suatu “ organisasi “, setiap sistem tentu mempunyai tujuan tertentu. Guna membentuk dan memelihara keserasian itu maka diperlukan kaidah atau norma – norma tertentu yang harus dipatuhi oleh subjek – subjek ( objek – objek ) yang ada dalam bekerja dan berhubungan satu sama lain. Contohnya, aturan – aturan dalam suatu sistem kekerabatan, peraturan – peraturan dalam suatu sistem politik atau pemerintah. Umpamanya syarat pemerintah dan promosi dalam sistem kepegawaian, standar prestasi dalam sistem penggajian.
            Setiap sistem jika diurai lebih rinci pada dasarnya selalu mempunyai atau dapat dipilah menjadi beberapa subsistem, yakni sistem – sistem lebih kecil yang merupakan bagian dari dirinya. Sebaliknya, setiap sistem pada hakekatnya senantiasa merupakan bagaian dari sebuah suprasistem, yakni sistem lebih besar ke mana ia ( bersama dengan beberapa sistem lain ) menginduk.
3.2 SISTEM EKONOMI DAN SISTEM POLITIK
            Sistem ekonomi adalah suatu sistem yang mengatur serta menjalin hubungan ekonomi antara manusia dengan seperangkat kelembagaan dalam suatu tatanan kehidupan. Sebuah sistem ekonomi terdiri atas unsur – unsur manusia sebagai subjek barang – barang ekonomi sebagai objek, serta seprangkat kelembagaan yang mengatur dan menjalinnya dalam kegiatan berekonomi. Perangkat kelembagaan dimaksud meliputi lembaga – lembaga ekonomi ( formal maupun nonformal ), cara kerja, mekanisme hubungan hokum dan peraturan – peraturan perekonomian, serta kaidah dan norma – norma lain ( tertulis maupun tidak tertulis ) yang dipilih atau diterima atau ditetapkan oelh masyarakat di tempat tatanan kehidupan yang bersangkutan berlangsung.
            Suatu sistem ekonomi tidaklah berdiri sendiri. Ia berkaitan dengan falsafah, pandangan dan pola hidup masyarakat tempatnya berpijak. Sebuah sistem ekonomi sesungguhnya merupakan salah satu unsur saja dalam suatu suprasistem kehidupan masyarakat. Sebagai bagian dari suprasistem kehidupan, sistem ekonomi berkaitan erat dengan sistem – sistem social lain yang berlangsung di dalam masyarakat. Di dunia ini terdapat kecendurungan umum bahwa sistem ekonomi di sebuah Negara “ bergandengan tangan “ dengan sisem politik di Negara bersangkutan, ideology ekonomi berjalan seiring dengan ideology politik.
            Sistem ekonomi suatu Negara dikatakan bersifat khas, sehingga bias dibedakan dari sistem ekonomi yang berlaku atau diterapkan di Negara lain, berdasarkan beberapa sudut tinjauan seperti :
1.      Sistem pemilikan sumber daya atau factor – factor produksi.
2.      Keleluasaan masyarakat untuk saling berkompetisi satu sama lain dan untuk menerima imbalan atas prestasi kerjanya.
3.      Kadar peranan pemerintah dalam mengatur, mengarahkan, dan merencanakan kehidupan bisnis dan perekonomian pada umumnya.

3.3   KAPITALSIME DAN SOSIALIS
Secara garis besar, di dunai ini pernah dikenal dua macam sistem ekonomi yang ekstrem, sistem ekonomi kapitalis dan sistem ekonomi sosialis.
            Sistem ekonomi kapitalis mengakui pemilikan individual atas sumber daya – sumber daya ekonomi atau factor – factor produksi.
            Sistem ekonomi sosialis adalah sebaliknya. Sumber daya ekonomi atau factor produksi diklaim sebagai milik Negara. Sistem ini lebih menekankan pada kebersamaan masyarakat dalam menjalankan dan memajukan perekonomian. Imbalan yang diterimakan pada orang. Perorangan didasarkan pada kebutuhnya, bukan berdasarkan jasa yang dicurahkan.
            Sistem ekonomi campuran pada umumnya diterapkan oleh Negara – Negara berkembang atau Negara – Negara dunia ketiga. Beberapa di antaranya cukup konsisten meramu resep campurannya : dalam arti kada kapitalismenya selalu lebih tinggi ( contohnya : Filipina ) atau bobot sosialismenya senantiasa lebih besar ( misalnya India ).
3.4  PERSAINGAN TERKENDALI      
Sehubungan dengan persaingan antarbadan – usaha, tidak terdapat rintangan bagi suatu perusahaan untuk memasuki bidang usaha tertentu. Dalam hal penerimaan imbalan atas prestasi kerja, juga tidak terdapat rintangan dan kekangan.
3.5  KADAR KAPITALISME DAN SOSIALISME
Unsur – unsur kapitalisme dan sosialisme jelas terkandung dalam pengorganisasian ekonomi Indonesia. Pertama dengan pendekatan factual – struktual, yakni menelaah peranan pemerintah atau Negara dalam struktur perekonomian. Kedua adalah pendekatan sejarah, yakni dengan menelusuri bagaimana perekonomian bangsa diorganisasikan dari waktu ke waktu.
Untuk mengatur kadar keterlibatan pemerintah dalam perekonomian, dengan pendekatan factual – struktual, dapat di gunakan kesamaa Agregat Keynesian yang berumuskan
Y = C  + I + G + ( X – M )
            Sistem ekonomi campuran dengan persaingan terkendali, agaknya merupakan sistem ekonomi yang tepat untuk mengelola perekonomian Indonesia. Derasnya arus globalisasi bersamaan dengan bubarnya sejumlah Negara komunis utama yang bersistem ekonomi sosialisme, telah menggiring Indonesia terseret arus kapitalisme.


SUMBER :
BUKU PEREKONOMIAN INDONESIA, pengarang : DUMAIRY. Penerbit : ERLANGGA. 1997