Minggu, 01 Mei 2011

Swasembada Pangan

PENGERTIAN

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Ketergantungan pangan masih berbasis pada produksi pertanian. Karena pentingnya pangan, pemerintah mana pun tetap memprioritaskan tersedianya pangan dalam negeri. Kehidupan sosial politik dapat terganggu manakala rakyatnya lapar. Pemerintah dapat jatuh karena masalah kelaparan dan banyak hal yang dapat terjadi, jika pangan tidak tersedia. Indonesia sebagai negara agraria memiliki potensi besar sebagai pemasok pangan untuk dalam negeri maupun ekspor.
Swasembada pangan berarti kita mampu utk mengadakan sendiri kebutuhan pangan masyarakat dengan melakukan realisasi & konsistensi kebijakan tsb, antara lain dengan melakukan:
1.     Pembuatan UU & PP yg berpihak pada petani & lahan pertanian.
2.    Pengadaan infra struktur tanaman pangan seperti: pengadaan daerah irigasi & jaringan irigasi, pencetakan lahan tanaman pangan khususnya padi, jagung, gandum, kedelai dll serta akses jalan ekonomi menuju lahan tsb.
3.    Penyuluhan & pengembangan terus menerus utk meningkatkan produksi, baik pengembangan bibit, obat2an, teknologi maupun sdm petani.
4.    Melakukan Diversifikasi pangan, agar masyarakat tidak dipaksakan utk bertumpu pada satu makanan pokok saja (dlm hal ini padi/nasi), pilihan diversifikasi di indonesia yg paling mungkin adalah sagu, gandum dan jagung (khususnya indonesia timur).

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM SWASEMBADA PANGAN

Dalam menuju swasembada pangan nasional seperti kedelai, jagung, padi, gula, semuanya masih bergantung pada luas lahan yang ada. Tanpa ada realisasi perluasan lahan, mustahil target swasembada pangan 2014 terwujud.
Dalam memenuhi swasembada pangan, Indonesia masih membutuhkan lahan sekitar 3 juta Ha. Target produksi padi (GKG) pada 2014 adalah 75 juta ton dari 64 juta ton sekarang. Jagung dari 17 juta ton menjadi 29 juta ton, kedelai pada 2014 ditargetkan 2,7 juta ton. Begitu industri gula sekarang baru 2,3 juta ton ditargetkan naik menjadi 3,6 juta ton pada tahun 2014.
Target semua di atas tentu memerlukan tambahan lahan yang cukup signifikan. Apakah semuanya bisa tercapai, jika moratorium dilaksanakan. Secara teknis pemberlakuan moratorium, sejatinya tidak menguntungkan dalam menuju swasembada pangan. Pelaksanaan ini juga berimbas padakomoditas lain, seperti sektor perkebunan (CPO) dan kehutanan (HTI). Memang komoditas pangan ini diprioritaskan untuk pemenuhan domestik, sedangkan kedua sektor di atas masih menjadi andalan ekspor nasional. 
HAMBATAN DAN PROGRAM SWASEMBADA PANGAN


Beragam komoditas pangan tersebar di di Nusantara ini. Ada wilayah produsen beras, sagu, jagung, talas, kedelai, singkong dan sumber karbohidrat lainnya. Beras dijadikan bahan pangan yang menduduki jenjang sosial yang tinggi. Kemakmuran diukur dengan beras saja. Di kota maupun di desa rakyat masih tergantung pada sesuap nasi. Perlu dipertanyakan apakah badan ketahanan pangan masih perlu dipertahankan.
Persoalan pertanian khususnya petani pangan, kalau tidak diatasi Indonesia akan masuk dalam “belenggu krisis pangan”. Gejala itu sudah ada, meski Kementerian Pertanian yakin dengan target produksi klasik yang setiap tahun naik. Alih fungsi sawah diabaikan, belum lagi kegagalan karena banjir, kekeringan dan hama penyakit. Impor beras yang nyata namun tidak ada upaya untuk memperbaiki produksi dalam negeri. Karenanya kalau kondisi ini berlarut-larut maka krisis pangan tidak terelakkan. Saatnya pemerintah berpihak kepada pertanian, khususnya produksi beras, jagung dan kedelai. Program yang nyata dan konkret. Efi siensi anggaran pertanian dialihkan untuk petani. Mengapa tidak belajar kepada keberhasilan Orde Baru yang dapat mencapai swasembada? Program pemerintah yang jelas meliputi aparatur pertanian, sarana pertanian dan prasarana pertanian.
Ketiga hal itu, kunci untuk berswasembada dan menghindar dari krisis pangan. Faktor tersebut perlu mendapat perhatian untuk menghindari krisis pangan. Pertama, kebijakan dan program pangan nasional sebaiknya tetap ada di tangan pemerintah pusat. Sebab, selama desentralisasi, program pertanian tidak jelas programnya. Ganti pejabat ganti program sehingga yang terjadi diskontinuitas. Yang terjadi pemerintah daerah tidak fokus dan anggaran pertanian tidak mampu mendukung kebutuhan dasar seperti benih, prasarana irigasi baik rehabilitasi maupun pembangunan baru. Kedua, pencetakan sawah baru di setiap wilayah sesuai potensi yang ada. Pembangunan sawah baru didukung prasarana waduk dan irigasi di setiap kabupaten dan kota akan sangat mendukung percepatan pencetakan sawah. Pembangunan rice estate dan semacamnya, tidak akan menjamin pasokan pangan dalam negeri.
PROGRAM SWASEMBADA PANGAN PEMERINTAH


Tampaknya, program swasembada pangan, khususnya beras, tidak akan pernah terwujud selama jajaran pengambil kebijakan di pemerintahan lebih  mementingkan impor ketimbang memperluas lahan sawah dan membantu petani meningkatkan produksi. Swasembada beras tinggal ilusi setelah pernah diraih 1984 dan 2004 silam. Indonesia sebenarnya memiliki sarana dan prasarana lengkap dan dapat diandalkan untuk mendukung swasembada beras. Terlebih bila memperhitungkan lahan pertanian padi yang masih potensial dan luas, di samping jumlah sumber daya manusia (petani) banyak, produksi pupuk dan benih memadai, serta sistem irigasi yang sudah terbentuk sejak lama.

Untuk mendukung salah satu program revitalisasi pertanian tersebut, pemerintah seharusnya menyiapkan lebih banyak lagi bibit unggul untuk para petani, sehingga produksi pertanian dari tahun ke tahun akan semakin membaik. Untuk mewujudkan swasembada yang dimaksud, maka diperlukan peningkatan produksi beras sebanyak 2 juta ton tahun 2007 dan peningkatan lima persen per tahun hingga tahun 2009. Kunci keberhasilan peningkatan produksi padi, antara lain optimalisasi sumber daya pertanian, penerapan teknologi maju dan spesifik lokasi, dukungan sarana produksi dan permodalan, jaminan harga gabah yang memberikan insentif produksi serta dukungan penyuluhan pertanian dan pendampingan.

Sementara strategi yang dilakukan untuk mewujudkan keberhasilan itu, yakni dengan peningkatan produktivitas, perluasan areal tanam, pengamanan produksi, dan pemberdayaan kelembagaan pertanian serta dukungan pembiayaan usaha tani. Pada masa nya SBY dianggap gagal dalam hal swasembada pangan dan hanya dianggap keberhasilan yang semu,Pentingnya pencapaian swasembada beras, perlu diketahui kedudukan khusus beras dalam menu, budaya, dan politik Indonesia. Beras adalah bahan makanan pokok bagi orang Indonesia. Berbagai bahan makanan lain pengganti beras pernah dianjurkan oleh pemerintah, namun rakyat tidak menyukainya.