Rabu, 21 Maret 2012

aspek hukum dalam perbankan dan asuransi ( paper )

ASPEK  HUKUM  DALAM  PERBANKAN  DAN  ASURANSI

        I.            Aspek  hukum  para  pihak  dalam  transaksi  perbankan
a.      Pengertian  hukum  perbankan  dan  jenis  -  jenis  transaksi  perbankan
Hukum  yang  mengatur  masalah  perbankan  disebut  hukum  pebankan  (  banking  law  )  yakni  merupakan  seperangkat  kaedah  hukum  dalam  bentuk  peraturan  perundangan  undangan,  yurisprudensi,  doktrin,  dan  lain  -  lain  sumber  hukum  yanga mengatur  masalah – masalah  perbankan  sebagai  lembaga  dan  aspeknya.
Ruang  lingkup  dari  pengaturan  hukum  perbankan  adalah  sebagai  berikut  :
·         Asas – asas  perbankan , seperti  norma  efiesiensi,  keefektifan,  kesehatan  bank,  hak  dan  kewajiban  bank.
·         Para  pelaku  bidang  perbankan, seperti  dewan  komisaris,  direksi,  dan  karyawan.
Dari  defenisi  tersebut  jelaslah  bahwa  transaksi  keuangan  berkaitan  dengan  produk  dan  jasa  yang  ditawarkan  oleh  pihak  perbankan.  Perlu  dicatat  bahwa  sistem  transaksi  dari  berbagai  bank  di  Indonesia  berbeda – beda  karakteristiknya.
Dalam  perbankan  ada  dua  jenis  transaksi  keuangan,  yaitu  :
o   Transaksi  tunai  :  yaitu  suatu  metode  menjalankan  finansial  secara  khusus  melalui  penggunaan  mata  uang.
o   Transaksi  usaha  :  yaitu  metode  menjalankan  transaksi  yang  menghasilkan  catatan  finansial,  yaitu  cek,  tanda  terima,  tagihan,  akta,  kwitansi,  kontrak.
b.      Sumber – sumber  hukum  perbankan
Sumber  hukum  perbankan  dapat  dibedakan  atas  sumber  hukum  dalam  arti  formal  dan  sumber  hukum  dalam  arti  materil.  Sumber  hukum  dalam  arti  materil  adalah  sumber  hukum  yang  menentukan  isi  hukum  itu  sendiri  dan  itu  tergantung  dari  sudut  mana  dilakukan  peninjauannya,  apakah  dari  sudut  pandang  ekonomi,  sejarah,  teknologi,  filsafat,  dan  lain  sebagainya.
Ketentuan  yang  secara  khusus  mengatur  atau  yang  berkaitan  dengann perbankan  tersebut  dapat  ditemukan  dalam  :
1)      UU  No.  10  Tahun  1998  tentang  perbankan
2)      UU  No.  23   Tahun  1999  tentang  Bank  Indonesia
3)      UU  No.  24   Tahun  1999  tentang  lalu  lintas  devisa  dan  sistem  nilai tukar
4)      Kitab  undang  -  undang  hukum  perdata
5)      UU  tentang  perseroan  terbatas
6)      UU  tentang  pasar  modal



c.       Asas – asas  hukum  perbankan
Dalam  melaksanakan  kemitraan  antara  bank  denann nasabahnya,  untuk  terciptanyaa  sitem  perbankan  yang  sehat,  kegiatan  perbankan  perlu  dilandasi  dengan  beberapa  asas  hukum  (  khusus  )  yaitu  :
ü  Asas  demokrasi   ekonomi
Asas  demokrasi  ditegaskan  dalam  Pasal  2  UU Perbankan  yang  diubah.  Ini  berarti  fungsi  dan  usaha  perbankan  diarahkan  untuk  melaksanakan  prinsip  -  prinsip  yang  terkandung  dalam  demokrasi  ekonomi  yang  berdasarkan  Pancasila  dan  UUD  1945.

ü  Asas  kepercayaan
Asas  kepercayaan  adalah  suatu  asas   yang  menyatakan  bahwa  usaha  bank  dilandasi  oleh  hubungan   kepercayaan  antara  bank  dengan  nasabahnya.

ü  Asas  kerahasian
Asas  kerahasiaan  adalah  asas  yang  mengharuskan  atau  mewajibkan  bank  merahasiakan  segal  sesuatu  yang  berhubungan  dengann keuangann  dan  lain  -  lain  dari  masalah  bank  yang  menurut  kelaziman  dunia  perbankan  wajib  dirahasiakan.  Kerahasaian  ini  adalah  untuk  kepentingan  bank  sendiri  karena  bank  memerlukan  kepercayaan  masayarakat  yang  menyimpan  uangnya  di  bank.
ü  Asas  kehati – hatian (  Prudential  Principle  )
Asas  kehatian  -  hatian  adalah  suatu  asas  yang  menyatakan  bahwa  bank  dalam  menjalankan  fungsi  dan kegiatan  usahanya  wajib  menerapkan  prinsip  kehati  -  hatian  dalam  rangka  melindungi  dana  masyarakat  yang  di  percayakan  padanya.  Tujuan  diberlakukannya  prinsip  kehati  -  hatian  tidak  lain  adalah  agar  bank  selalu  dalam  keadaan  sehat.
            Fungsi  dan  tujuan  perbankan  dalam  kehidupan  ekonomi  nasional  bangsa  Indonesia,  yaitu  :
  Bank  berfungsi  sebagai    financial  Intermediary  :  dengan  kegiatan  usaha  pokok  menghimpun  dan  menyalurkan  dana  masyarakat  atau  pemindahan  dana   masayarakat  dari  unit  surplus  kepada  unit  defisit  atau  pemindahan  uang  dari  penabung  kepada  peminjam.
  Penghimpunan  dan  penyaluran  dana  masyarakat  tersebut  bertujuan  menunjang  sebagian  tugas  penyelenggaraan  anggaran  yakni  :
a.      Menunjang  pembanguan  nasional ,  termasuk  pembangunan  daerah  :  bukan  melaksanakan  misi  pembangunan  suatu  golongan  apabila  perseorangan,  jadi  perbankan  Indonesia  diarahkan  untuk  menjadi  agen  pembangunan  (  agent  of  development  ).


b.      Dalam  rangka  mewujudkan  trilogi  pembangunan  nasional,  yakni  :
©       Meningkatkan  pemeratan  lesejahteraan  rakyat  banyak,  bukan  kesejahteraan  segolongan  orang  atau  perseorangan  saja.
©       Meningkatkan  pertumbuhan  ekonomi  nasional,  bukan  pertumbuhan  ekonomi  segolongan  orang  atau  perorangan.
©       Meningkatkan  stabilitas  nasional  yang  sehat  dan  dinamis
©       Meningkatkan  taraf  hidup  dan  kesejahteraan  rakyat  banyak,  artinya  tujuan  yang  hendak  dicapai  oleh  perbankan  nasional.
  Dalam  menjalankan  fungsi  tersebut,  perbankan  Indonesia  harus  mampu  melindugi  secara baik  apa  yang  dititipkan  oleh  masyarakat  kepadanya  dengan  menerapkan  prinsip  kehatian  -  hatian  dengan  cara  :
·         Efisien,  sehat,  wajar  dalam  persaingan  yang  sehat  yang  semakin  mengglobal  atau  mendunia.
·         Menyalurkan  dana  masayarkat  tersebut  kebidang  -  bidang   yang  produktif  bukan  konsumtif.

d.  Hubungan   hukum  nasabah  dan  bank
            hubungan  antara  bank  dan  nasabah  didasarkan  pada  dua  unsur  yang  paling  terkait,  yaitu  hukum  dan  kepercayaan.  Suatu  bank  hanya  bisa  melakukan  kegiatan  dan  mengembangkan  banknya,  apabila  masyarakat    percaya    untuk  menempatkan  uangnya. 
            Berdasarkan  dua  fungsi  utama  dari  suatu  bank ,  yaitu  fungsi  pengerahan  dana  dan  penyaluran  dana, maka  terdapat  dua  hubungan  hukum  antara  bank  dan  nasabah  yaitu  :
o   Hubungan  hukum  antara  bank  dan  nasabah  penyimpan  dana
Artinya  bank  menempatkan  dirinya  sebagai  peminjam  dan  milik  masyarakat  (  para   penyalur  dana  ).  Bentuk  hubungan  hukum  antara  bank  dan  nasabah  menyimpan  dana ,  dapat  erlihat  dari  hubungan  hukum  yang  muncul  dari  produk  -  produk  perbankan  seperti  deposito,  tabungan  giro,  dan  sebagainya.
o   Hubungan  hukum  antara  bank  dan  nasabah  debitur
Artinya bank sebagai lembaga penyedia  dana  bagi  para  debiturnya.  Bentuknya  dapat  berupa kredit, seperti kredit modal kerja, kredit investasi, atau kredit usaha kecil.


     II.            Dasar  -  dasar  hukum  asuransi
a.      Pengertian dan unsur asuransi
Menurut ketentuan pasal 246 KUHD, asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggu dengan menerima premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu evenemen.
Beberapa hal penting mengenai asuransi :
·         Merupakan suatu perjanjian yang harus memenuhi pasal 1320 KUH perdata
·         Perjanjian tersebut bersifat adhesif artinya isi perjanjian tersebut sudah ditentukan oleh perusahaan asuransi ( kontrak standar ).
·         Terdapat 2 pihak di dalamnya yaitu penanggung dan tertanggung, namun dapat juga diperjanjikan bahwa tertanggung berbeda pihak dengan yang akan menerima tanggungan.
·         Adanya premi sebagai yang merupakan bukti bahwa tertanggung setuju untuk diadakan perjanjian asuransi.
·         Adanya perjanjian asuransi mengakibatkan kedua belah pihak terikat untuk melaksanakan kewajibannya.


Sehingga dapat disimpulkan bahwa unsur – unsur yang harus ada pada asuransi adalah :
·         Subyek hukum ( penanggung dan tertanggung )
·         Persetujuan bebas antara penanggung dan tertanggung
·         Benda asuransi dan kepentingan tertanggung
·         Tujuan yang ingin dicapai
·         Resiko dan premi
·         Evenemen
·         Syarat – syarat yang berlaku
·         Polis asuransi

b.      Tujuan Asuransi
a.      Pengalihan risiko
Tertanggu mengadakan asuransi dengan tujuan mengalihkan risiko yang mengancam harta kekayaan atau jiwanya.

b.      Pembayaran ganti kerugian
Jika suatu ketika sungguh – sungguh terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian ( risiko berubah menjadi kerugian ), maka kepada tertanggung akan dibayarkan ganti kerugian yang besarnya seimbang dengan jumlah asuransinya.

c.       Berlakunya Asuransi
Hak dan kewajiban penanggung dan tertanggung timbul pada saat ditutupnya asuransi walaupun polis belum diterbitkan.

d.      Polis Asuransi
a.      Fungsi polis
Menurut ketentuan pasal 225 KUHD perjanjian asuransi harus dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis yang memuat kesepakatan, syarat – syarat khusus dan janji – janji khusus yang menjadi dasar pemenuhan hak dan kewajiban para pihak.






b.      Isi polis
Menurut ketentuan pasal 256 KUHD, setiap polis kecuali mengenai asuransi jiwa harus memuat syarat – syarat khusus berikut ini :
ü  Hari dan tanggal pembuatan perjanjian asuransi
ü  Nama tertanggung, untuk diri sendiri atau pihak ketiga
ü  Uraian yang jelas mengenai benda yang diasuransikan
ü  Premi asuransi

Contoh kasus :
Liputan6.com, Jakarta: Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) menegaskan belum menemukan pelanggaran hukum apapun dalam bailout Bank Century. Penyelidikan KPK terkait pengucuran dana Rp 6,7 triliun itu masih belum ada keterkaitan dengan pidana korupsi.
Demikian terungkap dalam rapat Tim Pengawas Century di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (8/6). “Belum ditemukan bukti-bukti telah dilakukan tindak pidana korupsi,” kata Ketua KPK Busyro Muqoddas. Busyro menambahkan pihaknya sudah bekerja maksimal.
Laporan KPK membuat anggota Tim Pengawas Kasus Century DPR heran padahal DPR memberi rekomendasi dugaan adanya penyimpangan. Mereka juga kecewa karena tidak ada kesepahaman antara Polri, Kejaksaan Agung, dan KPK mengenai definisi delik korupsi.
Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo menyatakan sudah menyelesaikan 21 berkas dari total 35 berkas yang ada. Sebanyak 14 berkas lainnya belum lengkap dan sebagian masih dalam penyelidikan.
Sementara itu Jaksa Agung Basrief Arief melaporkan kalau pihaknya telah bekerja sama dengan Bank Dunia dan International Center for Asset Recovery untuk membekukan dan menyita aset-aset Bank Century yang ada di luar negeri.
Kasus Century menjadi salah satu skandal menghebohkan dalam bisnis perbankan Indonesia. Pemerintah mengucurkan dana Rp 6,7 triliun demi menyelamatkan bank itu atas alasan menyelamatkan perbankan nasional yang bisa gagal secara sistemik jika bank dibiarkan kolaps.(JUM)
Sumber:
http://id.berita.yahoo.com/kpk-belum-temukan-pelanggaran-dpr-heran-221658640.html


daftar pustaka :







hukum perjanjian


Dalam hukum asing dijumpai istilah overeenkomst (bahasa Belanda), contract /agreement (bahasa Inggris), dan sebagainya yang merupakan istilah yang dalam hukum kita dikenal sebagai ”kontrak” atau ”perjanjian”. Umumnya dikatakan bahwa istilah-istilah tersebut memiliki pengertian yang sama, sehingga tidak mengherankan apabila istilah tersebut digunakan secara bergantian untuk menyebut sesuatu konstruksi hukum.
Istilah kontrak atau perjanjian dapat kita jumpai di dalam KUHP, bahkan didalam ketentuan hukum tersebut dimuat pula pengertian kontrak atau perjanjian. Disamping istilah tersebut, kitab undang-undang juga menggunakan istilah perikatan, perutangan, namun pengertian dari istilah tersebut tidak diberikan.
Pada pasal 1313 KUHP merumuskan pengertian perjanjian, adalah : suatu perbuatan satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
Namun para ahli hukum mempunyai pendapat yang berbeda-beda mengenai pengertian perjanjian, Abdulkadir Muhammad mengemukakan bahwa perjanjian adalah suatu persetujuan dengan dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan. Ahli hukum lain mengemukakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seseorang yang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal yang menimbulkan perikatan berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Menurut J.Satrio perjanjian dapat mempunyai dua arti, yaitu arti luas dan arti sempit, dalam arti luas suatu perjanjian berarti setiap perjanjian yang menimbulkan akibat hukum sebagai yang dikehendaki oleh para pihak termasuk didalamnya perkawinan, perjanjian kawin, dll, dan dalam arti sempit perjanjian disini berarti hanya ditujukan kepada hubungan-hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan saja, seperti yang dimaksud oleh buku III kitab undang-undang hukum perdata.
Jenis-jenis kontrak
Tentang jenis-jenis kontrak KUHP tidak secara khusus mengaturnya. Penggolongan yang umum dikenal ialah penggolongan kedalam kontrak timbal balik atau kontrak asas beban, dan kontrak sepihak atau kontrak tanpa beban atau kontrak cuma-cuma.
Kontrak timbal balik merupakan perjanjian yang didalamnya masing-masing pihak menyandang status sebagai berhak dan berkewajiban atau sebagai kreditur dan debitur secara timbal balik, kreditur pada pihak yang satu maka bagi pihak lainnya adalah sebagai debitur, begitu juga sebaliknya.
Kontrak sepihak merupakan perjanjian yang mewajibkan pihak yang satu untuk berprestasi dan memberi hak pada yang lain untuk menerima prestasi. Contohnya perjanjian pemberian kuasa dengan cuma-cuma, perjanjian pinjam pakai cuma-cuma, perjanjian pinjam pengganti cuma-cuma, dan penitipan barang dengan cuma-cuma.
Arti penting pembedaan tersebut ialah :
  • Berkaitan dengan aturan resiko, pada perjanjian sepihak resiko ada pada para kreditur, sedangkan pada perjanjian timbal balik resiko ada pada debitur, kecuali pada perjanjian jual beli.
    • Berkaitan dengan perjanjian syarat batal, pada perjanjian timbal balik selalu dipersengketakan.
  • Jika suatu perjanjian timbal balik saat pernyataan pailit baik oleh debitur maupun lawan janji tidak dipenuhi seluruh atau sebagian dari padanya maka lawan janjinya berhak mensomir BHP. Untuk jangka waktu 8 hari menyatakan apakah mereka mau mempertahankan perjanjian tersebut.
Kontrak menurut namanya dibedakan menjadi dua, yaitu kontrak bernama atau kontrak nominat, dan kontrak tidak bernama atau kontrak innominat. Dalam buku III KUHP tercantum bahwa kontrak bernama adalah kontrak jual beli, tukar menukar, sewa-menyewa, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam meminjam, pemberian kuasa, penanggungan utang, perdamaian, dll. Sementara yang dimaksud dengan kontrak tidak bernama adalah kontrak yang timbul, tumbuh, dan berkembang dalam masyarakat. Jenis kontrak ini belum tercantum dalam kitab undang-undang hukum perdata. Yang termasuk dalam kontrak ini misalnya leasing, sewa-beli, keagenan, franchise, kontrak rahim, joint venture, kontrak karya, production sharing.
Kontrak menurut bentuknya dibedakan menjadi kontrak lisan dan kontrak tertulis. Kontrak lisan adalah kontrak yang dibuat secara lisan tanpa dituangkan kedalam tulisan. Kontrak-kontrak yang terdapat dalam buku III KUHP dapat dikatakan umumnya merupakan kontrak lisan, kecuali yang disebut dalam pasal 1682 KUHP yaitu kontrak hibah yang harus dilakukan dengan akta notaris.
Kontrak tertulis adalah kontrak yang dituangkan dalam tulisan. Tulisan itu bisa dibuat oleh para pihak sendiri atau dibuat oleh pejabat, misalnya notaris. Didalam kontrak tertulis kesepakatan lisan sebagaimana yang digambarkan oleh pasal 1320 KUHP, kemudian dituangkan dalam tulisan.
Pelaksanaan kontrak
Pengaturan mengenai pelaksanaan kontrak dalam KUHP menjadi bagian dari pengaturan tentang akibat suatu perjanjian, yaitu diatur dalam pasal 1338 sampai dengan pasal 1341 KUHP. Pada umumnya dikatakan bahwa yang mempunyai tugas untuk melaksanakan kontrak adalah mereka yang menjadi subjek dalam kontrak itu. Salah satu pasal yang berhubungan langsung dengan pelaksanaannya ialah pasal 1338 ayat 3 yang berbunyi ”suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan etiket baik.” Dari pasal tersebut terkesan bahwa untuk melaksanakan kontrak harus mengindahkan etiket baik saja, dan asas etiket baik terkesan hanya terletak pada fase atau berkaitan dengan pelaksanaan kontrak, tidak ada fase-fase lainnya dalam proses pembentukan kontrak.
Asas yang mengikat dalam pelaksanaan kontrak
Hal-hal yang mengikat dalam kaitan dengan pelaksanaan kontrak ialah :
  1. Segala sesuatu yang menurut sifat kontrak diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, dan undang-undang.
  2. Hal-hal yang menurut kebiasaan sesuatu yang diperjanjikan itu dapat menyingkirkan suatu pasal undang-undang yang merupakan hukum pelengkap.
  3. Bila suatu hal tidak diatur oleh/dalam undang-undang dan belum juga dalam kebiasaan karena kemungkinan belum ada, tidak begitu banyak dihadapi dalam praktek, maka harus diciptakan penyelesaiannya menurut/dengan berpedoman pada kepatutan.
Pelaksanaan kontrak harus sesuai dengan asas kepatutan, pemberlakuan asas tersebut dalam suatu kontrak mengandung dua fungsi, yaitu :
  1. Fungsi melarang, artinya bahwa suatu kontrak yang bertentangan dengan asas kepatutan itu dilarang atau tidak dapat dibenarkan, contoh : dilarang membuat kontrak pinjam-meminjam uang dengan bunga yang amat tinggi, bunga yang amat tinggi tersebut bertentangan dengan asas kepatutan.
  2. Fungsi menambah, artinya suatu kontrak dapat ditambah dengan atau dilaksanakan dengan asas kepatutan. Dalam hal ini kedudukan asas kepatutan adalah untuk mengisi kekosongan dalam pelaksanaan suatu kontrak yang tanpa isian tersebut, maka tujuan dibuatnya kontrak tidak akan tercapai.
Pembatalan perjanjian yang menimbulkan kerugian
Pembelokan pelaksanaan kontrak sehingga menimbulkan kerugian yang disebabkan oleh kesalahan salah satu pihak konstruksi tersebut dikenal dengan sebutan wanprestasi atau ingkar janji. Wanprestasi adalah tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak.
Ada tiga bentuk ingkar janji, yaitu :
  1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali
  2. Terlambat memenuhi prestasi, dan
  3. Memenuhi prestasi secara tidak sah
Akibat munculnya wanprestasi ialah timbulnya hak pada pihak yang dirugikan untuk menuntut penggantian kerugian yang dideritanya terhadap pihak yang wanprestasi. Pihak yang wansprestasi memiliki kewajiban untuk membayar ganti rugi kepada pihak yang menderita kerugian. Tuntutan pihak yang dirugikan terhadap pihak yang menyebabkan kerugian berupa :
  1. Pemenuhan perikatan
  2. Pemenuhan perikatan dengan ganti rugi
  3. Ganti rugi
  4. Pembatalan persetujuan timbale balik, atau
  5. Pembatalan dengan ganti rugi
Syarat-syarat sah perjanjian
Suatu kontrak dianggap sah (legal) dan mengikat, maka perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut ketentuan pasal 1320 KUHP Perdata, ada empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu :
1.  Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Syarat pertama merupakan awal dari terbentuknya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan antara para pihak tentang isi perjanjian yang akan mereka laksanakan. Oleh karena itu timbulnya kata sepakat tidak boleh disebabkan oleh tiga hal, yaitu adanya unsur paksaan, penipuan, dan kekeliruan. Apabila perjanjian tersebut dibuat berdasarkan adanya paksaan dari salah satu pihak, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
2.  Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Pada saat penyusunan kontrak, para pihak khususnya manusia secara hukum telah dewasa atau cakap berbuat atau belum dewasa tetapi ada walinya. Di dalam KUH Perdata yang disebut pihak yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan mereka  yang berada dibawah pengampunan.
3.  Mengenai suatu hal tertentu
Secara yuridis suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu yang telah disetujui. Suatu hal tertentu disini adalah objek perjanjian dan isi perjanjian. Setiap perjanjian harus memiliki objek tertentu, jelas, dan tegas. Dalam perjanjian penilaian, maka objek yang akan dinilai haruslah jelas dan ada, sehingga tidak mengira-ngira.
4.  Suatu sebab yang halal
Setiap perjanjian yang dibuat para pihak tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dalam akta perjanjian sebab dari perjanjian dapat dilihat pada bagian setelah komparasi, dengan syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif, yaitu syarat mengenai orang-orang atau subjek hukum yang mengadakan perjanjian, apabila kedua syarat ini dilanggar, maka perjanjian tersebut dapat diminta pembatalan. Juga syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, yaitu mengenai objek perjanjian dan isi perjanjian, apabila syarat tersebut dilanggar, maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Namun,apabila perjanjian telah memenuhi unsur-unsur sahnya suatu perjanjian dan asas-asas perjanjian, maka perjanjian tersebut sah dan dapat dijalankan.

sumber : 
http://0wi3.wordpress.com/2010/04/20/hukum-perjanjian/