Sabtu, 16 Juni 2012

hukum ekonomi di indonesia

HUKUM EKONOMI INDONESIA MEMPERKUAT PERSATUAN NASIONAL, MENDORONG PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MEMPERLUAS KESEJAHTERAAN SOSIAL

Memperluas Kesejahteraan Sosial
Dari sudut sejarah hukum, suatu bangsa memasuki tahap negara kesejahteraan ditandai dengan berkembangnya hukum yang melindungi pihak yang lemah. Pada periode ini negara mulai memperhatikan antara lain perlindungan tenaga kerja, perlindungan konsumen. Undang-undang yang berkenaan untuk perlindungan berbagai pihak tersebut untuk mengoreksi industrialisasi yang tidak selalu memberikan kebaikan kepada semua golongan masyarakat. Upah yang rendah tidak selalu berarti upah yang murah. Semua upah buruh yang murah dibandingkan dengan negara maju telah memberikan keuntungan komparatif bagi industri export Korea Selatan, Taiwan dan Hongkong. Upah buruh murah disertai disiplin para pekerja di negara-negara yang baru memasuki tingkat negara industri tersebut, seperti banyak diketahui, berada di bawah pemerintahan yang represif. Upah minimum yang telah ditetapkan Pemerintah yang masih dibawah tingkat pemenuhan kebutuhan dasar, masih banyak perusahaan- perusahaan yang tidak  mematuhinya, namun buruh yang tidak mempunyai organisasi buruh yang kuat tidak dapat memperjuangkan hak-haknya. Disamping itu ketatnya persaingan di pasar kerja dan krisis ekonomi yang berat menjadikan buruh tidak mempunyai keberanian untuk memperjuangkan perbaikan nasib mereka. Indonesia memerlukan serikat buruh yang kuat dalam memperjuangkan nasib buruh, sehingga tidak perlu menggunakan kekerasan dan pengerusakan. Modal selalu berpindah ke tempat di mana buruh murah dan penegakan hukum perburuhan lunak. Inilah perlunya pembaruan Hukum Perburuhan. Berkembangnya produk-produk industri disatu pihak memerlukan perlunya dikembangkan perlindungan konsumen dipihak lain. Perlindungan hukum terhadap konsumen tidak saja terhadap barang-barang berkualitas rendah tetapi juga terhadap barang-barang yang membahayakan kehidupan manusia, umpamanya makanan, minuman dan obat-obatan. Pelaksanaan hukum perlindungan konsumen di Indonesia belum berkembang mengikuti irama kemajuan produksi-produksi dunia industri.
Pencemaran lingkungan akibat industrialisasi perlu pula mendapat perhatian yang terus menerus dan khusus. Kecenderungan untuk mengutamakan pertumbuhan industrialisasi bisa mengakibatkan perusahaan-perusahaan menolak tanggung jawab atas pencemaran lingkungan. Pengalaman dari negara-negara maju menjadi bahan pelajaran bagi kita dalam usaha menuju suatu negara industri. Ada kekhawatiran pula, bahwa relokasi industri dari negara-negara maju ke negara berkembang disebabkan antara lain tambah ketatnya penegakan hukum lingkungan di sana, sementara di negara berkembang hal ini belum terjadi.
Sektor informal telah diakui sebagai katup pengaman bagi tenaga kerja yang pindah dari Sektor agraria tetapi tidak dapat ditampung oleh Sektor industri, dan merupakan motor penggerak ekonomi rakyat. Perkembangan ekonomi masyarakat bawah didunia ketiga. Melalui hukum, sektor ini bisa menjadi formal dalam bentuk usaha-usaha kecil. Berbagai usaha kecil ini dalam tahap berikutnya dapat terkait dengan usaha besar, dengan demikian diharapkan rezeki usaha besar akan menetas juga kepada usaha kecil.
Untuk mengembangkan mereka perlu dipikirkan bentuk-bentuk perizinan khusus untuk sektor informal, fasilitas hukum dalam hubungannya dengan hak milik, kontrak, dan sebagainya. Keterkaitan industri besar dengan industri-industri kecil, bukan saja berdasarkan belas kasihan atau alasan-alasan politis, tetapi sudah menjadi satu keharusan karena alasan efisinsi dan teknis dalam suatu masyarakat industri. Dalam hubungan ini perlindungan terhadap usaha-usaha kecil perlu mendapat perhatian hukum. Industrialisasi dan majunya perdagangan membutuhkan tanah baik di desa-desa maupun kota-kota, Jawa dan luar Jawa. Masalah pertanahan semakin hari akan semakin banyak, jika hukum pertanahan kita tidak mampu memainkan peranannya. Pihak yang lemah yang sebagian besar adalah rakyat kecil akan memikul beban pembangunan tersebut.
Dalam hal itu perlu diperjelas penyelesaian masalah-masalah yang bersangkutan dengan umpamanya, tanah adat, tanah negara, besarnya ganti rugi. Begitu juga perencanaan wilayah yang bersangkutan dengan tanah pertanian yang subur, daerah pemukiman, perdagangan dan industri. Intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian memerlukan kepastian hukum akan tersedianya atau tetap dipertahankannya lahan-lahan pertanian yang suhur dari meluasnya keperluan tanah untuk industrialisasi, pemukiman, dan kebutuhan-kebutuhan lain sudah waktunya melaksanakan pembaruan Undang- Undang Pokok Agraria 1960.

sumber :
http://ebookbrowse.com/hukum-ekonomi-indonesia-erman-rajagukguk-pdf-d178397457

Tidak ada komentar:

Posting Komentar