PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak di antara dua benua besar Asia dan Australia, dan di antara lautan Pasifik dan lautan Hindia, serta mempunyai laut nasional seluas lebih dari 5,8 juta km2. Panjang garis pantainya 80.791 km dengan berbagai sumberdaya alam hayati, baik yang bernilai ekonomis maupun yang bernilai ekologis di dalamnya. Di kawasan Asia Tenggara, luas dan kekayaan laut Indonesia adalah yang terbesar. Letaknya yang berada di antara dua samudera utama tersebut memungkinkan Indonesia memiliki kesempatan untuk menggali berbagai manfaat ekonomi yang diangkat dari laut
Berdasarkan data Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) 2007, Indonesia menempati peringkat kelima dunia pada tahun 2004 sebagai produsen perikanan tangkap dan budidaya. Peringkat pertama adalah China, disusul Peru, Amerika Serikat, dan Cile. Produksi perikanan tangkap Indonesia pada tahun 2007 berkisar 4,94 juta ton dan perikanan budidaya sekitar 3,08 juta ton, menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar 3 persen dari total PDB nasional
Tingkat kemiskinan masyarakat nelayan tersebut dapat diiidentifikasi dari rendahnya pendapatan keluarga yang mereka terima, yang tidak sebanding dengan biaya kebutuhan hidup terutama yang menyangkut kebutuhan mendasar. Rendahnya pendapatan keluarga tersebut tentu bervariasi. Terdapat perbedaan atau ketimpangan antara nelayan tersebut. Ada nelayan yang memperoleh
pendapatan sangat jauh dari garis kemiskinan dan ada pula yang nyaris tidak miskin. Dari berbagai literatur banyak disebutkan faktor yang mempengaruhinya. Dalam buku karangan Remi dan Tjiptoherijanto (2002) yang berjudul Kemiskinan dan Ketidakmerataan di Indonesia disebutkan bahwa penyebab utama kemiskinan suatu rumah tangga adalah rendahnya pendapatan yang mereka terima. Sedangkan karakteristik penduduk miskin tersebut antara lain adalah memiki rata-rata jumlah tanggungan yang banyak. Jumlah anggota rumah tangga adalah indikasi yang dominan dalam menentukan miskin atau ketidakmiskinannya rumah tangga. Tingkat pendidikan juga jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan rumah tangga bukan miskin. Namun, penyebab tersebut tidak sama untuk setiap kondisi. Dengan berbagai penjelasan tersebut penulis merasa perlu dilakukan penelitian mengenai kemiskinan nelayan di daerah pesisir kota Medan dan bagaimana ketimpangan pendapatan antar nelayan tersebut serta faktor apa yang berhubungan dengan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan.
PEMBAHASAN
BEBERAPA INDIKATOR KESENJANGAN DAN KEMISKINAN
- INDIKATOR KESENJANGAN
Ada sejumlah cara untuk mengukur tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan yang dibagi ke dalam dua kelompok pendekatan, yakni axiomatic dan stochastic dominance. Yang sering digunakan dalam literatur adalah dari kelompok pendekatan pertama dengan tiga alat ukur, yaitu the generalized entropy (GE), ukuran atkinson, dan koefisien gini.
Yang paling sering dipakai adalah koefisien gini. Nilai koefisien gini berada pada selang 0 sampai dengan 1. Bila 0 : kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama dari pendapatan) dan bila 1 : ketidakmerataan yang sempurna dalam pembagian pendapatan.
Ide dasar dari perhitungan koefisien gini berasal dari kurva lorenz. Semakin tinggi nilai rasio gini, yakni mendekati 1 atau semakin jauh kurva lorenz dari garis 45 derajat tersebut, semakin besar tingkat ketidakmerataan distribusi pendapatan.
- INDIKATOR KEMISKINAN
Batas garis kemiskinan yang digunakan setiap negara ternyata berbeda-beda. Ini disebabkan karena adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup. Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan (BPS, 1994). Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kalori per hari. Sedangkan pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa.
Dengan kata lain, BPS menggunakan 2 macam pendekatan, yaitu pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach) dan pendekatan Head Count Index. Pendekatan yang pertama merupakan pendekatan yang sering digunakan. Dalam metode BPS, kemiskinan dikonseptualisasikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Sedangkan Head Count Index merupakan ukuran yang menggunakan kemiskinan absolut. Jumlah penduduk miskin adalah jumlah penduduk yang berada di bawah batas yang disebut garis kemiskinan, yang merupakan nilai rupiah dari kebutuhan minimum makanan dan non makanan. Dengan demikian, garis kemiskinan terdiri dari 2 komponen, yaitu garis kemiskinan makanan (food line) dan garis kemiskinan non makanan (non food line).
Untuk mengukur kemiskinan terdapat 3 indikator yang diperkenalkan oleh Foster dkk (1984) yang sering digunakan dalam banyak studi empiris. Pertama, the incidence of proverty : presentase dari populasi yang hidup di dalam keluarga dengan pengeluaran konsumsi perkapita dibawah garis kemiskinan, indeksnya sering disebut rasio H. Kedua, the dept of proverty yang menggambarkan dalamnya kemiskinan disuatu wilayah yang diukur dengan indeks jarak kemiskinan (IJK), atau dikenal dengan sebutan proverty gap index. Indeks ini mengestimasi jarak/perbedaan rata-rata pendapatan orang miskin dari garis kemiskinan sebagai suatu proporsi dari garis tersebut.
Tolak ukur lain mengenai kesejahteraan ( sekaligus kemiskinan ) penduduk sebuah negeri, yang bukan ditinjau berdasarkan aspek pendapatan, sangat bervariasi. Ada yang berpendekatan ekonomi. Ada pula yang pendekatannya bukan ekonomi, yakni pendekatan social. Semua tolak ukur yang ada baik yang berpendekatan nonekonomi maupun yang berpendekatan ekonomi, dan untuk berpendekatan ekonomi, dan untuk yang berpendekatan ekonomi: baik yang ditinjau dari aspek pendapatan maupun ditinjau aspek non pendapatan. Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
- Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
- Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
- Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.
A. KEBIJAKAN ANTI KEMISKINAN
Kebijakan anti kemiskinan dan distribusi pendapatan mulai muncul sebagai salah satu kebijakan yang sangat penting dari lembaga-lembaga dunia, seperti Bank Dunia, ADB,ILO, UNDP, dan lain sebagainya.
Tahun 1990, Bank Dunia lewat laporannya World Developent Report on Proverty mendeklarasikan bahwa suatu peperangan yang berhasil melawan kemiskinan perlu dilakukan secara serentak pada tiga front : (i) pertumbuhan ekonomi yang luas dan padat karya yang menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan bagi kelompok miskin, (ii) pengembangan SDM (pendidikan, kesehatan, dan gizi), yang memberi mereka kemampuan yang lebih baik untuk memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang diciptakan oleh pertumbuhan ekonomi, (iii) membuat suatu jaringan pengaman sosial untuk mereka yang diantara penduduk miskin yang sama sekali tidak mamu untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan dari pertumbuhan ekonomi dan perkembangan SDM akibat ketidakmampuan fisik dan mental, bencana alam, konflik sosial, dan terisolasi secara fisik.
Untuk mendukung strategi yang tepat dalam memerangi kemiskinan diperlukan intervensi-intervensi pemerintah yang sesuai dengan sasaran atau tujuan perantaranya dapat dibagi menurut waktu, yaitu :
- Intervensi jangka pendek, berupa :
- Pembangunan sektor pertanian, usaha kecil, dan ekonomi pedesaan
- Manajemen lingkungan dan SDA
- Pembangunan transportasi, komunikasi, energi dan keuangan
- Peningkatan keikutsertaan masyarakat sepenuhnya dalam pembangunan
- Peningkatan proteksi sosial (termasuk pembangunan sistem jaminan sosial)
- Intervensi jangka menengah dan panjang, berupa :
- Pembangunan/penguatan sektor usaha
- Kerjsama regional
- Manajemen pengeluaran pemerintah (APBN) dan administrasi
- Desentralisasi
- Pendidikan dan kesehatan
- Penyediaan air bersih dan pembangunan perkotaan
- Pembagian tanah pertanian yang merata
B. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN
Tidak sulit mencari factor-faktor penyebab kemiskinan, tetapi dari factor-faktor tersebut sangat sulit memastikan mana penyebab sebenarnya (utama) serta mana yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap perubahan kemiskinan.
Kalau diuraikan satu persatu, jumlah factor-faktor yang dapat mempengaruhi, langsung maupun tidak langsung, tingkat kemiskinan cukup banyak, mulai dari tingkat dan laju pertumbuhan output (atau produktifitas tenaga kerja), tingkat upah neto, distribusi pendapatan, kesempatan kerja (termasuk jenis pekerjaan yang tersedia), tingkat inflasi, pajak dan subsidi, investasi, alokasi serta kualitas SDA, ketersediaan fasilitas umum (seperti pendidikan dasar, kesehatan, informasi, transportasi, listrik, air dan lokasi pemukiman), penggunaan teknologi, tingkat dan jenis pendidikan, kondisi fisik dan alam di suatu wilayah, etos kerja dan motivasi pekerja, kultur/budaya atau tradisi, hingga politik, bencana alam dan peperangan. Kalau diamati, sebagian besar dari factor-faktor tersebut juga mempengaruhi satu sama lain. Misalnya, tingkat pajak yang tinggi membuat tingkat upah neto rendah dan ini bisa mengurangi motivasi kerjsa seseorang sehingga produktivitasnya menurun selanjutnya mengakibatkan tingkat upah netinya berkurang lagi, dan seterusnya. Jadi tidak mudah memastikan apakah karena pajak naik atau produktivitasnya yang turun membuat pekerja jadi miskin karena upah netonya rendah.
Pada umumnya di negara Indonesia penyebab-penyebab kemiskinan adalah sebagai berikut:
• Laju Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan penduduk Indonesia terus meningkat di setiap 10 tahun menurut hasil sensus penduduk. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun 1990 Indonesia memiliki 179 juta lebih penduduk. Kemudian di sensus penduduk tahun 2000 penduduk meningkat sebesar 27 juta penduduk atau menjadi 206 juta jiwa. dapat diringkaskan pertambahan penduduk Indonesia persatuan waktu adalah sebesar setiap tahun bertambah 2,04 juta orang pertahun atau, 170 ribu orang perbulan atau 5.577 orang perhari atau 232 orang perjam atau 4 orang permenit. Banyaknya jumlah penduduk ini membawa Indonesia menjadi negara ke-4 terbanyak penduduknya setelah China, India dan Amerika. Meningkatnya jumlah penduduk membuat Indonesiasemakin terpuruk dengan keadaan ekonomi yang belum mapan. Jumlah penduduk yang bekerja tidak sebanding dengan jumlah beban ketergantungan. Penghasilan yang minim ditambah dengan banyaknya beban ketergantungan yang harus ditanggung membuat penduduk hidup di bawah garis kemiskinan.
• Angkatan Kerja. Penduduk yang Bekerja dan Pengangguran. Secara garis besar penduduk suatu negara dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Yang tergolong sebagi tenaga kerja ialah penduduk yang berumur didalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda disetiap negara yang satu dengan yang lain. Batas usia kerja yang dianut oleh Indonesia ialah minimum 10 tahun tanpa batas umur maksimum. Jadi setiap orang atausemua penduduk berumur 10 tahun tergolong sebagai tenaga kerja. Sisanya merupakan bukan tenaga
kerja yang selanjutnya dapat dimasukan dalam katergori bebabn ketergantungan.
kerja yang selanjutnya dapat dimasukan dalam katergori bebabn ketergantungan.
• Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan.Distribusi pendapatan nasional mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu negara di kalangan penduduknya. Kriteria ketidakmerataan versi Bank Dunia didasarkan atas porsi pendapatan nasional yang dinikmati oleh tiga lapisan penduduk, yakni 40% penduduk berpendapatan rendah (penduduk miskin); 40% penduduk berpendapatan menengah; serta 20% penduduk berpemdapatan tertinggi (penduduk terkaya). Ketimpangan dan ketidakmerataan distribusi dinyatakan parah apabila 40% penduduk berpendapatan rendah menikmati kurang dari 12 persen pendapatan nasional. Ketidakmerataan dianggap sedang atau moderat bila 40% penduduk berpendapatan rendah menikmati 12 hingga 17 persen pendapatan nasional. Sedangkan jika 40% penduduk miskin menikmati lebih dari 17 persen pendapatan nasional makan ketimpangan atau
kesenjangan dikatakan lunak, distribusi pendapatan nasional dikatakan cukup
merata.
kesenjangan dikatakan lunak, distribusi pendapatan nasional dikatakan cukup
merata.
Kemiskinan bisa dikelompokan dalam dua kategori , yaitu Kemiskinan absolut dan Kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut mengacu pada satu set standard yang konsisten , tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat / negara. Sebuah contoh dari pengukuran absolut adalah persentase dari populasi yang makan dibawah jumlah yg cukup menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira 2000-2500 kalori per hari untuk laki laki dewasa).
Bank Dunia mendefinisikan Kemiskinan absolut sebagai hidup dg pendapatan dibawah USD $1/hari dan Kemiskinan menengah untuk pendapatan dibawah $2 per hari, dg batasan ini maka diperkiraan pada 2001 1,1 miliar orang didunia mengkonsumsi kurang dari $1/hari dan 2,7 miliar orang didunia mengkonsumsi kurang dari $2/hari."[1] Proporsi penduduk negara berkembang yang hidup dalam Kemiskinan ekstrem telah turun dari 28% pada 1990 menjadi 21% pada 2001.[1] Melihat pada periode 1981-2001, persentase dari penduduk dunia yang hidup dibawah garis kemiskinan $1 dolar/hari telah berkurang separuh. Tetapi , nilai dari $1 juga mengalami penurunan dalam kurun waktu tersebut.
Meskipun kemiskinan yang paling parah terdapat di dunia bekembang, ada bukti tentang kehadiran kemiskinan di setiap region. Di negara-negara maju, kondisi ini menghadirkan kaum tuna wisma yang berkelana ke sana kemari dan daerah pinggiran kota dan ghetto yang miskin. Kemiskinan dapat dilihat sebagai kondisi kolektif masyarakat miskin, atau kelompok orang-orang miskin, dan dalam pengertian ini keseluruhan negara kadang-kadang dianggap miskin. Untuk menghindari stigma ini, negara-negara ini biasanya disebut sebagai negara berkembang.
C. Penyebab kemiskinan
Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:
- penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin;
- penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga;
- penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;
- penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi;
- penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.
Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat (negara terkaya per kapita di dunia) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja miskin; yaitu, orang yang tidak sejahtera atau rencana bantuan publik, namun masih gagal melewati atas garis kemiskinan.
SUMBER :
DUMAIRY, PEREKONOMIAN INDONESIA, 1997, JAKARTA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar