PENDAHULUAN
Pada bagian awal akan dijelaskan mengenai kontribusi pertanian dalam mencapai keberhasilan pembangunan. Konsep strategi pembangunan berimbang merupakan tujuan pembangunan yang paling ideal. Akan tetapi negara berkembang tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk melaksanakan pembangunan di bidang pertanian dan industri sekaligus. Sehingga pemerintah negara berkembang harus menekankan pada pembangunan di sektor pertanian terlebih dahulu sebagai batu loncatan untuk pembangunan di bidang industri.
Bagian kedua menjelaskan masalah harga produk pertanian. Di sini dipermasalahkan apakah harga harus ditentukan oleh mekanisme pasar ataukah ditentukan oleh pemerintah, harga pertanian yang mahal akan menyebabkan konsumen tidak mampu membeli, di lain pihak harga pertanian yang terlalu murah akan menghambat produktivitas pertanian. Selain itu pada bagian kedua juga akan dibahas mengenai konsekuensi adanya penetapan harga. Disarankan bahwa harga seharusnya dibentuk melalui mekanisme pasar, intervensi pemerintah justru akan menimbulkan masalah. Di Indonesia sendiri, pemerintah Indonesia memegang kendali harga melalui Bulog, dengan tujuan melindungi petani, akan tetapi banyak kebijakan yang dipertanyakan seperti kebijakan impor beras dari luar negeri dengan tujuan menstabilkan harga. Hal ini justru membuat rakyat berpikir kalau pemerintah ingin menekan harga pertanian serendah mungkin, sebagai upaya menahan laju inflasi.
Pada bagian ketiga dijelaskan mengenai faktor-faktor produksi seperti tanah (land), tenaga kerja (labor), dan modal (capital). Dijelaskan bahwa penggunaan tanah harus bijaksana, jangan sampai merusak kesuburannya. Pemerintah memiliki kewajiban memberikan informasi, pelatihan dan perkembangan teknologi kepada petani. Pendanaan di daerah pedesaan harus diciptakan untuk mendukung aktivitas pertanian. Aspek sosial dari teknologi yaitu green revolution juga dibahas secara mendalam. Penggunaan teknologi harus berhati-hati jangan sampai menyebabkan dampak yang tidak diinginkan, sehingga tercapai pembangunan pertanian yang sustainable.
Peran pemerintah harus dibatasi dengan membiarkan sektor swasta menjalankan roda pertanian, akan tetapi pemerintah harus mendukung pertanian dengan menyediakan infrastruktur, informasi, membangun pasar, dan membuat kebijakan publik yang tidak merugikan sektor pertanian. Selain itu pemerintah harus berhati-hati dalam menetapkan kebijakan makro supaya tidak menghancurkan pertanian.
Pada bagian akhir dijelaskan bahwa di dunia sudah memiliki pasokan pangan yang cukup, akan tetapi terdapat masalah distribusi pangan pada beberapa daerah yang menyebabkan kelaparan. Juga dipermasalahkan mengenai pilihan antara swasembada pangan dengan ketahanan pangan. Dari segi ekonomi ketahanan pangan lebih menguntungkan daripada swasembada pangan, hal ini didukung oleh teori keunggulan komparatif (comparative advantage) dari David Richardo.
Bagian kedua menjelaskan masalah harga produk pertanian. Di sini dipermasalahkan apakah harga harus ditentukan oleh mekanisme pasar ataukah ditentukan oleh pemerintah, harga pertanian yang mahal akan menyebabkan konsumen tidak mampu membeli, di lain pihak harga pertanian yang terlalu murah akan menghambat produktivitas pertanian. Selain itu pada bagian kedua juga akan dibahas mengenai konsekuensi adanya penetapan harga. Disarankan bahwa harga seharusnya dibentuk melalui mekanisme pasar, intervensi pemerintah justru akan menimbulkan masalah. Di Indonesia sendiri, pemerintah Indonesia memegang kendali harga melalui Bulog, dengan tujuan melindungi petani, akan tetapi banyak kebijakan yang dipertanyakan seperti kebijakan impor beras dari luar negeri dengan tujuan menstabilkan harga. Hal ini justru membuat rakyat berpikir kalau pemerintah ingin menekan harga pertanian serendah mungkin, sebagai upaya menahan laju inflasi.
Pada bagian ketiga dijelaskan mengenai faktor-faktor produksi seperti tanah (land), tenaga kerja (labor), dan modal (capital). Dijelaskan bahwa penggunaan tanah harus bijaksana, jangan sampai merusak kesuburannya. Pemerintah memiliki kewajiban memberikan informasi, pelatihan dan perkembangan teknologi kepada petani. Pendanaan di daerah pedesaan harus diciptakan untuk mendukung aktivitas pertanian. Aspek sosial dari teknologi yaitu green revolution juga dibahas secara mendalam. Penggunaan teknologi harus berhati-hati jangan sampai menyebabkan dampak yang tidak diinginkan, sehingga tercapai pembangunan pertanian yang sustainable.
Peran pemerintah harus dibatasi dengan membiarkan sektor swasta menjalankan roda pertanian, akan tetapi pemerintah harus mendukung pertanian dengan menyediakan infrastruktur, informasi, membangun pasar, dan membuat kebijakan publik yang tidak merugikan sektor pertanian. Selain itu pemerintah harus berhati-hati dalam menetapkan kebijakan makro supaya tidak menghancurkan pertanian.
Pada bagian akhir dijelaskan bahwa di dunia sudah memiliki pasokan pangan yang cukup, akan tetapi terdapat masalah distribusi pangan pada beberapa daerah yang menyebabkan kelaparan. Juga dipermasalahkan mengenai pilihan antara swasembada pangan dengan ketahanan pangan. Dari segi ekonomi ketahanan pangan lebih menguntungkan daripada swasembada pangan, hal ini didukung oleh teori keunggulan komparatif (comparative advantage) dari David Richardo.
Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian biasa difahami orang sebagai budidaya tanaman atau bercocok tanam (bahasa Inggris: crop cultivation) serta pembesaran hewan ternak (raising), meskipun cakupannya dapat pula berupa pemanfaatan mikroorganisme dan bioenzim dalam pengolahan produk lanjutan, seperti pembuatan keju dan tempe, atau sekedar ekstraksi semata, seperti penangkapan ikan atau eksploitasi hutan.
Bagian terbesar penduduk dunia bermata pencaharian dalam bidang-bidang di lingkup pertanian, namun pertanian hanya menyumbang 4% dari PDB dunia. Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor - sektor ini memiliki arti yang sangat penting dalam menentukan pembentukan berbagai realitas ekonomi dan sosial masyarakat di berbagai wilayah Indonesia. Berdasarkan data BPS tahun 2002, bidang pertanian di Indonesia menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 44,3% penduduk meskipun hanya menyumbang sekitar 17,3% dari total pendapatan domestik bruto.
Kelompok ilmu-ilmu pertanian mengkaji pertanian dengan dukungan ilmu-ilmu pendukungnya. Inti dari ilmu-ilmu pertanian adalah biologi dan ekonomi. Karena pertanian selalu terikat dengan ruang dan waktu, ilmu-ilmu pendukung, seperti ilmu tanah, meteorologi, permesinan pertanian, biokimia, dan statistika, juga dipelajari dalam pertanian. Usaha tani (farming) adalah bagian inti dari pertanian karena menyangkut sekumpulan kegiatan yang dilakukan dalam budidaya. Petani adalah sebutan bagi mereka yang menyelenggarakan usaha tani, sebagai contoh "petani tembakau" atau "petani ikan". Pelaku budidaya hewan ternak (livestock) secara khusus disebut sebagai peternak.
Sektor Pertanian di Indonesia
Struktur perekonomian Indonesia merupakan topik strategis yang sampai sekarang masih menjadi topik sentral dalam berbagai diskusi di ruang publik. Kita sudah sering mendiskusikan topik ini jauh sebelum era reformasi tahun 1998. Gagasan mengenai langkah-langkah perekonomian Indonesia menuju era industrialisasi, dengan mempertimbangkan usaha mempersempit jurang ketimpangan sosial dan pemberdayaan daerah, sehingga terjadi pemerataan kesejahteraan kiranya perlu kita evaluasi kembali sesuai dengan konteks kekinian dan tantangan perekonomian Indonesia di era globalisasi.
Tantangan perekonomian di era globalisasi ini masih sama dengan era sebelumnya, yaitu bagaimana subjek dari perekonomian Indonesia, yaitu penduduk Indonesia sejahtera. Indonesia mempunyai jumlah penduduk yang sangat besar, sekarang ada 235 juta penduduk yang tersebar dari Merauke sampai Sabang. Jumlah penduduk yang besar ini menjadi pertimbangan utama pemerintah pusat dan daerah, sehingga arah perekonomian Indonesia masa itu dibangun untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya.
Berdasarkan pertimbangan ini, maka sektor pertanian menjadi sektor penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Seiring dengan berkembangnya perekonomian bangsa, maka kita mulai mencanangkan masa depan Indonesia menuju era industrialisasi, dengan pertimbangan sektor pertanian kita juga semakin kuat.Seiring dengan transisi (transformasi) struktural ini sekarang kita menghadapi berbagai permasalahan. Di sektor pertanian kita mengalami permasalahan dalam meningkatkan jumlah produksi pangan, terutama di wilayah tradisional pertanian di Jawa dan luar Jawa. Hal ini karena semakin terbatasnya lahan yang dapat dipakai untuk bertani. Perkembangan penduduk yang semakin besar membuat kebutuhan lahan untuk tempat tinggal dan berbagai sarana pendukung kehidupan masyarakat juga bertambah. Perkembangan industri juga membuat pertanian beririgasi teknis semakin berkurang.
Selain berkurangya lahan beririgasi teknis, tingkat produktivitas pertanian per hektare juga relatif stagnan. Salah satu penyebab dari produktivitas ini adalah karena pasokan air yang mengairi lahan pertanian juga berkurang. Banyak waduk dan embung serta saluran irigasi yang ada perlu diperbaiki. Hutan-hutan tropis yang kita miliki juga semakin berkurang, ditambah lagi dengan siklus cuaca El Nino-La Nina karena pengaruh pemanasan global semakin mengurangi pasokan air yang dialirkan dari pegunungan ke lahan pertanian.Sesuai dengan permasalahan aktual yang kita hadapi masa kini, kita akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri. Di kemudian hari kita mungkin saja akan semakin bergantung dengan impor pangan dari luar negeri. Impor memang dapat menjadi alternatif solusi untuk memenuhi kebutuhan pangan kita, terutama karena semakin murahnya produk pertanian, seperti beras yang diproduksi oleh Vietnam dan Thailand. Namun, kita juga perlu mencermati bagaimana arah ke depan struktur perekonomian Indonesia, dan bagaimana struktur tenaga kerja yang akan terbentuk berdasarkan arah masa depan struktur perekonomian Indonesia.
Struktur tenaga kerja kita sekarang masih didominasi oleh sektor pertanian sekitar 42,76 persen (BPS 2009), selanjutnya sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 20.05 persen, dan industri pengolahan 12,29 persen. Pertumbuhan tenaga kerja dari 1998 sampai 2008 untuk sektor pertanian 0.29 persen, perdagangan, hotel dan restoran sebesar 1,36 persen, dan industri pengolahan 1,6 persen. Sedangkan pertumbuhan besar untuk tenaga kerja ada di sektor keuangan, asuransi, perumahan dan jasa sebesar 3,62 persen, sektor kemasyarakatan, sosial dan jasa pribadi 2,88 persen dan konstruksi 2,74 persen. Berdasarkan data ini, sektor pertanian memang hanya memiliki pertumbuhan yang kecil, namun jumlah orang yang bekerja di sektor itu masih jauh lebih banyak dibandingkan dengan sektor keuangan, asuransi, perumahan dan jasa yang pertumbuhannya paling tinggi.
Peran Dalam Ekonomi
Indonesia disebut negara agraris atau pertanian karena peran pertanian masih dominan
dalam hal:
PDB (Produk Domestik Bruto)§
Penyerapan tenaga kerja§
Nilai ekspor.§
Sesudah melewati 5 kali Pelita (25 tahun) diharapkan Indonesia menjadi negara industri, tetapi akibat krisis ekonomi Juni 1997, harapan tersebut jadi buyar. Bahkan sektor pertanian sebagai salah satu penyelamat dalam perekonomian di Indonesia.
Dari ke empat sektor produksi yaitu Pertanian, Perindustrian, Pertambangan dan Perdagangan (jasa), yang jumlahnya 100% pada setiap tahun, maka peran sektor pertanian dalam PDB pada tahun 1939 adalah 61%, sedangkan peran atau kontribusi ke tiga sektor lainnya hanya 39%. Dapat dilihat bahwa peran sektor pertanian dalam PDB makin lama makin menurun. Pada tahun 1975 hanya 32% dan pada tahun 1990 tinggal 19,6% .
Peran sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja juga makin menurun dari tahun ke tahun, tetapi tidak secepat menurunnya seperti peran dalam PDB. Pada Tahun 1939 peran pertanian dalam penyerapan tenaga kerja adalah 73,9% dan pada tahun 1990 masih ada sebesar 53,4%.
Peran sektor pertanian dalam ekspor sama halnya dengan perannya dalam PDB. Dalam ekspor pada tahun 1928 mencapai 79%, namun peran ini cepat menurun setelah masa kemerdekaan Indonesia. Pada tahun 1974 peran pertanian dalam ekspor adalah 23%. Perhatikan, bahwa di tahun 1986 peran pertanian dalam PDB hanya 25% dan dalam tenaga kerja masih tinggi yakni 55%. Jumlah kue yang dibagi sudah sedikit, yang ikut membagi masih banyak, karena itu timbullah kemiskinan rakyat di sektor pertanian. Pada saat itu ada nilai ekspor pertanian sekian persen, tetapi ini tidak akan dinikmati oleh rakyat di sektor pertanian. Ini berdampak timbulnya gap yang besar antar sektor ekonomi. Pada era sebelum kemerdekaan peran sektor pertanian dalam PDB, tenaga kerja dan nilai ekspor adalah masih berimbang. Sebagai contohnya pada tahun 1939 kontribusi pertanian adalah sebagai berikut:
• Sumbangan dalam PDB = 61%.
• Penyerapan tenaga kerja = 74%.
• Nilai ekspor hasil pertanian = 79%.
Pada era Orde Baru, power sektor pertanian Republik Indonesia sudah lemah misalnya pada tahun 1985 kontribusi pertanian dapat digambarkan sebagai berikut:
• Sumbangan dalam PDB = 24%.
• Penyerapan tenaga kerja = 55%.
• Nilai ekspor hasil pertanian = 23%.
Penyebab utama merosotnya kontribusi sektor pertanian karena policy dari pemerintah terlalu tergila-gila ke sektor manufacturing, bukan ke agroindustri. Pabrik kapal terbang dan manufacturing lainnya memakai investasi yang sangat tinggi, bukan mendorong kemajuan pertanian, bahkan hasil dari pertanianlah dikorbankan kesana.
Indonesia disebut negara agraris atau pertanian karena peran pertanian masih dominan
dalam hal:
PDB (Produk Domestik Bruto)§
Penyerapan tenaga kerja§
Nilai ekspor.§
Sesudah melewati 5 kali Pelita (25 tahun) diharapkan Indonesia menjadi negara industri, tetapi akibat krisis ekonomi Juni 1997, harapan tersebut jadi buyar. Bahkan sektor pertanian sebagai salah satu penyelamat dalam perekonomian di Indonesia.
Dari ke empat sektor produksi yaitu Pertanian, Perindustrian, Pertambangan dan Perdagangan (jasa), yang jumlahnya 100% pada setiap tahun, maka peran sektor pertanian dalam PDB pada tahun 1939 adalah 61%, sedangkan peran atau kontribusi ke tiga sektor lainnya hanya 39%. Dapat dilihat bahwa peran sektor pertanian dalam PDB makin lama makin menurun. Pada tahun 1975 hanya 32% dan pada tahun 1990 tinggal 19,6% .
Peran sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja juga makin menurun dari tahun ke tahun, tetapi tidak secepat menurunnya seperti peran dalam PDB. Pada Tahun 1939 peran pertanian dalam penyerapan tenaga kerja adalah 73,9% dan pada tahun 1990 masih ada sebesar 53,4%.
Peran sektor pertanian dalam ekspor sama halnya dengan perannya dalam PDB. Dalam ekspor pada tahun 1928 mencapai 79%, namun peran ini cepat menurun setelah masa kemerdekaan Indonesia. Pada tahun 1974 peran pertanian dalam ekspor adalah 23%. Perhatikan, bahwa di tahun 1986 peran pertanian dalam PDB hanya 25% dan dalam tenaga kerja masih tinggi yakni 55%. Jumlah kue yang dibagi sudah sedikit, yang ikut membagi masih banyak, karena itu timbullah kemiskinan rakyat di sektor pertanian. Pada saat itu ada nilai ekspor pertanian sekian persen, tetapi ini tidak akan dinikmati oleh rakyat di sektor pertanian. Ini berdampak timbulnya gap yang besar antar sektor ekonomi. Pada era sebelum kemerdekaan peran sektor pertanian dalam PDB, tenaga kerja dan nilai ekspor adalah masih berimbang. Sebagai contohnya pada tahun 1939 kontribusi pertanian adalah sebagai berikut:
• Sumbangan dalam PDB = 61%.
• Penyerapan tenaga kerja = 74%.
• Nilai ekspor hasil pertanian = 79%.
Pada era Orde Baru, power sektor pertanian Republik Indonesia sudah lemah misalnya pada tahun 1985 kontribusi pertanian dapat digambarkan sebagai berikut:
• Sumbangan dalam PDB = 24%.
• Penyerapan tenaga kerja = 55%.
• Nilai ekspor hasil pertanian = 23%.
Penyebab utama merosotnya kontribusi sektor pertanian karena policy dari pemerintah terlalu tergila-gila ke sektor manufacturing, bukan ke agroindustri. Pabrik kapal terbang dan manufacturing lainnya memakai investasi yang sangat tinggi, bukan mendorong kemajuan pertanian, bahkan hasil dari pertanianlah dikorbankan kesana.
Nilai Tukar Petani
Nilai Tukar Petani (NTP) adalah rasio antara indeks harga yang diterima petani (IT) dengan indeks harga yang dibayar petani (IB) yang dinyatakan dalam persentase. Secara konsepsional NTP adalah pengukur kemampuan tukar barang-barang (produk) pertanian yang dihasilkan petani dengan barang atau jasa yang diperlukan untuk konsumsi rumah tangga dan keperluan dalam memproduksi produk pertanian. Secara umum NTP menghasilkan 3 pengertian :
a. NTP > 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu lebih baik dibandingkan dengan NTP pada tahun dasar.
b. NTP = 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu sama dengan NTP pada tahun dasar.
c. NTP < 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu menurun dibandingkan NTP pada tahun dasar.
2. Indeks harga yang diterima petani (IT) adalah indeks harga yang menunjukkan perkembangan harga produsen atas hasil produksi petani.
3. Indeks harga yang dibayar petani (IB) adalah indeks harga yang menunjukkan perkembangan harga kebutuhan rumah tangga petani, baik kebutuhan untuk konsumsi rumah tangga maupun kebutuhan untuk proses produksi pertanian.
4. Petani yang dimaksud disini adalah orang yang mengusahakan usaha pertanian (tanaman bahan makanan dan tanaman perkebunan rakyat) atas resiko sendiri dengan tujuan untuk dijual, baik sebagai petani pemilik maupun petani penggarap (sewa/kontrak/bagi hasil). Orang yang bekerja di sawah/ladang orang lain dengan mengharapkan upah (buruh tani) bukan termasuk petani.
5. Harga yang diterima petani adalah rata-rata harga produsen dari hasil produksi petani sebelum ditambahkan biaya transportasi/pengangkutan dan biaya pengepakan ke dalam harga penjualannya atau disebut farm gate (harga di sawah/ladang setelah pemetikan). Pengertian harga rata-rata adalah harga yang bila dikalikan dengan volume penjualan petani akan mencerminkan total uang yang diterima petani tersebut. Data harga tersebut dikumpulkan dari hasil wawancara langsung dengan petani produsen.
6. Harga yang dibayar petani adalah rata-rata harga eceran barang/jasa yang dikonsumsi atau dibeli petani, baik untuk memenuhi kebutuhan rumahtangganya sendiri maupun untuk keperluan biaya produksi pertanian. Data harga barang untuk keperluan produksi pertanian dikumpulkan dari hasil wawancara langsung dengan petani, sedangkan harga barang/jasa untuk keperluan konsumsi rumah tangga dicatat dari hasil wawancara langsung dengan pedagang atau penjual jasa di pasar terpilih.
7. Pasar adalah tempat dimana terjadi transaksi antara penjual dengan pembeli atau tempat yang biasanya terdapat penawaran dan permintaan. Pada kecamatan yang sudah terpilih sebagai sampel, pasar yang dicatat haruslah pasar yang mewakili dengan syarat antara lain : paling besar, banyak pembeli dan penjual jenis barang yang diperjualbelikan cukup banyak dan terjamin kelangsungan pencatatan harganya serta terletak di desa rural.
8. Harga eceran pedesaan adalah harga transaksi antara penjual dan pembeli secara eceran di pasar setempat untuk tiap jenis barang yang dibeli dengan tujuan untuk dikonsumsi sendiri dan bukan untuk dijual kepada pihak lain. Harga yang dicatat adalah harga modus (yang terbanyak muncul) atau harga rata- rata biasa dari beberapa pedagang/penjual yang memberikan datanya. Investasi di Sektor Pertanian Sektor pertanian masih memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Setidaknya ada empat hal yang dapat dijadikan alasan. Pertama, Indonesia merupakan negara berkembang yang masih relatif tertinggal dalam penguasaan Iptek muktahir serta masih menghadapi kendala keterbatasan modal, jelas belum memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) pada sektor ekonomi yang berbasis Iptek dan padat modal. Oleh karena itu pembangunan ekonomi Indonesia sudah selayaknya dititikberatkan pada pembangunan sektor-sektor ekonomi yang berbasis pada sumberdaya alam, padat tenaga kerja, dan berorientasi pada pasar domestik. Dalam hal ini, sektor pertanianlah yang paling memenuhi persyaratan. Kedua, menurut proyeksi penduduk yang dilakukan oleh BPS penduduk Indonesia diperkirakan sekitar 228-248 juta jiwa pada tahun 2008-2015. Kondisi ini merupakan tantangan berat sekaligus potensi yang sangat besar, baik dilihat dari sisi penawaran produk (produksi) maupun dari sisi permintaan produk (pasar) khususnya yang terkait dengan kebutuhan pangan. Selain itu ketersedian sumber daya alam berupa lahan dengan kondisi agroklimat yang cukup potensial untuk dieksplorasi dan dikembangkan sebagai usaha pertanian produktif merupakan daya tarik tersendiri bagi para investor untuk menanamkan modalnya. Ketiga, walaupun kontribusi sektor pertanian bagi output nasional masih relatif kecil dibandingkan sektor lainnya yakni hanya sekitar 12,9 persen pada tahun 2006 namun sektor pertanian tetap merupakan salah satu sumber pertumbuhan output nasional yang penting. Berdasarkan data BPS, pada Bulan Februari 2007 tercatat sektor pertanian merupakan penyerap tenaga kerja terbesar, yakni sekitar 44 persen. Keempat, sektor pertanian memiliki karakteristik yang unik khususnya dalam hal ketahanan sektor ini terhadap guncangan struktural dari perekonomian makro (Simatupang dan Dermoredjo, 2003 dalam Irawan, 2006). Hal ini ditunjukkan oleh fenomena dimana sektor ini tetap mampu tumbuh positif pada saat puncak krisis ekonomi sementara sektor ekonomi lainnya mengalami kontraksi. Saat kondisi parah dimana terjadi resesi dengan pertumbuhan PDB negatif sepanjang triwulan pertama 1998 sampai triwulan pertama 1999, nampak bahwa sektor pertanian tetap bisa tumbuh dimana pada triwulan 1 dan triwulan 3 tahun 1998 pertumbuhan sektor pertanian masing-masing 11,2 persen, sedangkan pada triwulan 1 tahun 1999 tumbuh 17,5 persen. Adapun umumnya sektor nonpertanian pada periode krisis ekonomi yang parah tersebut pertumbuhannya adalah negatif Ketertarikan Pertanian dengan Industri Manufaktur Menurut Suhendra (2004) di banyak negara, sektor pertanian yang berhasil merupakan prasyarat bagi pembangunan sektor industri dan jasa. Para perancang pembangunan Indonesia pada awal masa pemerintahan Orde Baru menyadari benar hal tersebut, sehingga pembangunan jangka panjang dirancang secara bertahap. Pada tahap pertama, pembangunan dititikberatkan pada pembangunan sector pertanian dan industri penghasil sarana produksi peratnian. Pada tahap kedua, pembangunan dititikberatkan pada industri pengolahan penunjang pertanian (agroindustri) yang selanjutnya secara bertahap dialihkan pada pembangunan industri mesin dan logam. Rancangan pembangunan seperti demikian, diharapkan dapat membentuk struktur perekonomian Indonesia yang serasi dan seimbang, tangguh menghadapi gejolak internal dan eksternal. Pada saat Indonesia memulai proses pembangunan secara terencana pada tahun 1969, pangsa sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai lebih dari 40 persen, sementara itu serapan tenaga kerja pada sector pertanian mencapai lebih dari 60 persen. Fakta inilah yang kemudian mengilhami penyusunan rencana, strategi dan kebijakan yang mengedepankan pembangunan pertanian sebagai langkah awal proses pembangunan. Kebijakan untuk menetapkan sektor pertanian sebagai titik berat pembangunan ekonomi sesuai dengan rekomendasi Rostow dalam rangka persiapan tinggal landas (Simatupang dan Syafa’at, 2000). Lebih lanjut dinyatakan bahwa revolusi pertanian merupakan syarat mutlak bagi keberhasilan upaya menciptakan prakondisi tinggal landas. Pentingnya peran sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi suatu negara juga dikemukakan oleh Meier (1995) sebagai berikut:
(1) dengan mensuplai makanan pokok dan bahan baku bagi sektor lain dalam ekonomi yang berkembang,
(2) dengan menyediakan surplus yang dapat diinvestasikan dari tabungan dan pajak untuk mendukung investasi pada sektor lain yang berkembang,
(3) dengan membeli barang konsumsi dari sektor lain, sehingga akan meningkatkan permintaan dari penduduk perdesaan untuk produk dari sektor yang berkembang, dan
(4) dengan menghapuskan kendala devisa melalui penerimaan devisa dengan ekspor atau dengan menabung devisa melalui substitusi impor.
sumber :
perekonomian indonesia, dumairy, jakarta.
perekonomian indonesia, dumairy, jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar